Kamis, 28 Mei 2009

' Pada Kerjapan Pertama '

Satuan detik
Seperti menghitung pasir,cuma-cuma
Usahaku
menghapus tinta pada kasa,sia-sia
Tangisku
Pada fajar berganti petang,serupa
Kutanya pada seorang lelaki tua
Pun mengusirku dari surga
Memaksaku bergelut dengan sahara
Peluhku ribuan menghujam gema
Mega diatas seperti menelan bagai tawa
Rasa sakit yang kutahan membeludak liar
Dayaku habis dibuai terang
Hingga pada kerjapan pertama
Pudar rasa jeritan
Menghempasku pada lembut
Ruang kecil di hatimu

' Sebenarnya Kembali '

Pagi ini aku kehilangan mentari
Ketika celah di jendalaku sedikit menerima dari segala tiba
Mataku nanar
Jadi sendu mengulas langkahmu yang lenyap di pintu depan
Seperti janjimu
Pulang mengisi bejana
" Kau sudah tau langkahku berakhir? "
Kau diam seperti inginmu,agar tahun tak beranjak
Lalu kuisi tanganku dengan kabut
Rapat,lalu membukanya
Kulihat ada sebatas dunia
Kemudian kututup dan kubuka tanganku
Kutemu ada seekor kupu-kupu
Kembali kututup dan kubuka tanganku
Tersemat di hati,wajah duka seorang lelaki
Terperangah keatas
Dan kututup terakhir
Kembali membias jadi kabut
Seperti beragam tanda di hampir pagi
Menulis pelangi
Terbuka
Dan sebenarnya kau tak pernah pergi
kecuali kembali sebagai sang mentari

' Sejernih Indah '

Kau boleh bilang pada terang
Dan bersikukuh lajang di atas takhta singgasana
Mengunci mati dari penuturanku
Namun,aku masih setia mengantar nama

Kau boleh umumkan pada tata surya
Bersembunyi di balik debu,membiasmu pergi
Dengan sibukmu berdalih ini dan itu,beralasan
Namun,aku tetap menyusun kabut untuk dongengmu malam nanti

Kau boleh mengukir seculas beku pada pagi
Memadamkan rasi bintang,mengacak teka-teki
Menggelar jurang jeda dunia kita
Namun,aku teguh menunggu jejak kekal berdecak

Lari!
Kukejar kau ke sudut bumi
Sembunyi!
Kerap kucecar manjadi bayang kaki
Berpaling!
Kukunjungi meski dipaksa mimpi

Sampai manapun kau pergi
Aku masih berdiri seiring lesuh kuasa-Nya
Mendesakmu kembali
Pada sejernih indah yang kan kau temui

' Benci '

Gadisku,terpojok di calon derita
Maut menjilat kulitnya
Lalu bertanya,apa yang bersemayam di tubuhnya
Gadisku berharap pada pisau di genggamnya
Ia geram,menjeram sendiri air mata
Satu sayatan
Dua sayatan
Gadisku menjerit murka
" Tuhan mengapa kau biarkan aku menangis bukan tercabik? "
Tiga sayatan
Kulitnya robek terkuak
Darahnya membeludak muak ingin keluar
Gadisku bersulang dengan malam
Remuk jadi mati seperti inginya
Jiwanya lebih baik
Ia benci dirinya

' Perhitungan Kebebasan '

Satu tambah satu
Adalah segalanya
Dua kurang satu
Serupa kehampaan
Inikah engkau
Yang tengah bernafas di lemah hatiku
Khawatir
Merenung seperti dingin hati rembulan
Tanyakan padaku wahai gemintang
" Apa yang kau inginkan dariku? "
" Kau tidak akan bebas "
Aku tersenyum,mencumbu telingamu
Lalu kubisikkan
Cintamu membebaskan

' Bangunkan Fajar Tuhan '

Pecah bias hujan pada kaca bis sore tadi
Menduakan buram indra cakrawalaku
Sunyi kembali menjemput Minggu
Ada bayang Fajar di sebrang
Masih lengkap berseragam
Pun suguhan senyumnya yang memukau
Sedetik lalu,lewat dan hilang begitu saja
Jauh dari itu,getir cemas mencekat deru nafasku
Fajar
Ada genta yang belum sempat berdentang dua belas kali
Sesuai ikrarnya padaku di majlis tadi
Tibanya hatiku buta menerjemah
Ini atau itukah rasa yang patut dipercaya
Firasat
Aku terhempas diambang decit,diam
Kucari apa,dan bergegas tunduk instruksi kaki
Tak cukup kuat bertumpu,aku melutut gemetar
Ada si tampan yang gagah tergeletak pasi dihadapku
Masih ngilu di alir cantik segar darahnya
Ada namaku yang dihembus mengantar pesan suara
Asa nadaku terlilit mati
Menjatuh delir bersaksi di pendar mataku
Ku elus jemarinya,melukis merah di kanvas hati
Rembulan membias Fajarku
Sekali angkuh berdebat dalam teks dioramanya
Bangunkan Fajar Tuhan
Pun masih di ungunya yang lama senada
Yang mendongeng di awal semesta
Tetap berseragam fajar,darinya Fajar ku

' Ketika Semua Jadi Seimbang '

Dalam raga ada hati
Dan dalam hati ada satu ruang tak bernama
Di tanganmu tergenggam kunci pintunya
Ruang itu mungil
Isinya lebih halus dari hembus angin
Berkatalah pada bahasa nurani
Seindah apa huruf terukir
Tetap tak bermakna bila tanpa jeda
Kita bisa bergerak bila ada jarak dan saling menyanyangi bila ada ruang
Kasih sayang akan membawa dua jiwa semakin berdekatan
Tapi tanpa cekikan,jadi longgarkanlah tali simpul itu
Nafas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tidak dibelah
Begitu juga darah yang mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali
Jiwa tidaklah dibelah
Namun ia bersua dengan jiwa lain yang searah
Perlahan pintaku
Genggam tanganku,namun jangan terlalu erat
Karna aku ingin seiring
Bukan digiring dibelakangmu
Ketika semua jadi seimbang